Cari Blog Ini

Selasa, 27 Februari 2018

[The Remedies] Hari Dimana Kamu Datang


HARI DIMANA KAMU DATANG

Seorang gadis terluka parah, ia terkena luka tembakan di sekujur tubuhnya. Dengan susah payah ia menyelamatkan hidupnya dengan berjalan dilorong-lorong sempit yang gelap, kotor dan berbau. Air menetes-netes dari langit, di luar sana hujan turun. Sesekali si gadis menengok ke belakang, seakan akan ada yang mengejarnya tapi disana tak ada siapa pun, si gadis terus berjalan. Ia menemukan tangga besi, dengan susah payah ia turunkan dan mulai menaikinya. Nafasnya tersengal, darah segar terus mengalir, tapi ia tak minta tolong pada siapa pun, ia tak bisa sebab ia adalah seorang pembunuh.

Tak tahu siapa orang tua dan darimana ia berasal, ia telah dilatih sejak kecil menjadi seorang pembunuh oleh orang yang mengasuhnya, ia menerimanya begitu saja tanpa bertanya, mungkin seperti itulah kehidupan yang diinginkannya atau benarkah?

Hari ini, sang gadis telah gagal dalam tugasnya, targetnya dikawal oleh seseorang yang tanpa diduga melebihi dirinya. Sang gadis pembunuh yang selama ini tak pernah gagal dalam tugasnya menemui kekalahan, pengawal itu sesaat menertawakannya namun,

“Kau mungkin lebih hebat dariku, tapi itu tak merubah kenyataan kalau kau masih anak-anak.” Ucapnya dingin.

Gadis itu dalam kemarahan dan kesakitannya masih belum mengakui kekalahannya tapi mungkin saja ia mengatakan hal yang benar.

Si gadis pembunuh telah sampai di atap gedung. Hujan telah reda, lantai beton gedung itu basah dengan air yang menggenang. Gadis itu roboh dengan darah mengalir deras dari tubuhnya, ia menyumpah-nyumpah dalam kekesalannya. Ia masih tak percaya apa yang telah ia alami hari ini, padahal saat itu dalam keadaan terjepit ia masih bisa menembak tangan pengawal itu hingga senjatanya terpental dan sang gadis pembunuh bisa melarikan diri. Apa yang membuatnya marah adalah sang pengawal tak berusaha mengejarnya, hanya menatap kepergiannya padahal, ada kesempatan untuk mengambil lagi senjatanya dan melumpuhkan sang gadis. Hal itu membuat sang gadis pembunuh merasa terhina.

“Aku akan balas dendam!” Teriaknya.

Namun hal itu membuat luka-lukanya makin terasa sakit, ia hanya bisa meringis dalam sepi. Waktu terus berlalu, sang gadis pembunuh mulai mengigil kedinginan, apa ini rasanya mau mati? Pikirnya. Tiba-tiba ia merasa takut, ia mencoba berdiri tapi tak bisa. Ia kelelahan juga kesakitan semua kemarahan dan kekesalannya seakan lenyap begitu saja, terbentang di pikirannya ia akan mati sendirian disini. Ia tak bisa minta tolong, kalau bisa, mau minta tolong pada siapa? ia telah ditinggalkan oleh orang-orang yang dulu memujanya, dianggap telah mati. Dunia hitam yang praktis dan efisien, selalu membuang yang tak lagi berguna seperti dirinya kini.

Rasa sakit sudah menjalar kesekujur tubuhnya, ia benar-benar sudah tidak tahan, ia ingin sekali menjerit sekeras-kerasnya tapi tak bisa, selama ini sang gadis pembunuh tak pernah mengeluh apalagi menangis, semua itu hanya menunjukkan kelamahan diri, ia menerima hal tersebut dan meyakininya. Ia pintar, lihai, licik dan cerdik dengan keahlian menembak yang belum ada yang menandingi, tapi itu telah berlalu.

“Apa kamu ingin dimengerti?”

Tiba-tiba ia teringat seseorang pernah mengatakan hal itu padanya dimasa lalu. Tapi ia tak peduli dulu, ia merasa cukup dengan dirinya sendiri.

“Apa kamu ingin ditolong?”

Suara itu terdengar lagi, percuma saja!

“Tak ada salahnya minta tolong.”

Tak ada! Tak akan ada yang menolong! Ia akan mati sendirian disini meski ia memohon, memohon pada siapa? Tak akan ada! Mereka semua lebih senang kalau aku tak ada!

“...Pada Tuhan?”

Sang gadis pembunuh kini benar-benar kesakitan, ia menggigit bibirnya hingga berdarah, ia merasa nyawanya tinggal di ujung tenggorokannya. Sudah terlambat... meski aku minta tolong... meski jika ada...

“Tolong...” Lirihnya pelan, matanya semakin berat, hanya kegelapan yang tertinggal.

Ada sentuhan dingin namun lembut di dahinya, sang gadis pembunuh membuka matanya. Dilihatnya seorang gadis tak dikenal sedang membalut kepalanya.

“Mau apa kau!” Tampiknya dan menjauh,

Si gadis penolong itu kaget, namun ia segera mendekatinya lagi dan meneruskan pekerjaannya yang belum selesai. Sang gadis pembunuh tak mengerti kenapa gadis berwajah ramah yang ada dihadapannya ini terus membalut kepalanya yang terluka. Ia juga melihat seluruh tubuhnya juga telah diobati dan dibalut, di lantai terdapat beberapa butir peluru yang berlumuran darah. Mustahil! Bagaimana bisa? Bagaimana gadis penolong yang misterius itu bisa mengeluarkan peluru yang bersarang ditubuhnya tanpa peralatan operasi sama sekali?!

Sang gadis pembunuh menampik si gadis penolong itu lagi.

“Hentikan! Jangan harap aku akan berterima kasih padamu!” Teriaknya,

“Aku tak tahu apa maumu, pergi sana! Pergi! Kalau tidak aku akan membunuhmu!”

Sang gadis pembunuh menodong pistolnya ke arah si gadis penolong, sedang yang ditodong hanya tertegun.

“Kau kaget? Aku adalah pembunuh. Ya, aku bisa membunuhmu dalam sekejap. Kau telah salah menolong orang nona, aku telah banyak membunuh orang penting, tak masalah jika aku membunuh satu orang lagi, sekarang enyahlah dari hadapanku!” Teriaknya.

Tangannya gemetar, ia tampak bersiap menarik pelatuknya. Entah kenapa ia begitu muak melihat gadis penolongnya itu, kenapa ia begitu emosi padahal selama ini ia tak pernah memperlihatkan perasaannya pada siapa pun, meski dalam hatinya yang begitu hitam masih tersisa perasaan lega yang ia sendiri tak mengerti.

Si gadis penolong dengan pelan mendekati sang gadis pembunuh, ia hendak menampik lagi namun ia kaget luar biasa ketika melihat tangan si gadis penolong yang bergerak naik turun teratur, sedang bibirnya tertutup rapat kadang terbuka sedikit tapi lebih banyak tersenyum. Raut wajahnya memperlihatkan kekhawatiran. Sang gadis pembunuh gemetar melihat kenyataan ini. Gadis yang dihadapannya, yang telah menolongnya ini ternyata bisu dan tuli!

‘Apa kamu tak apa-apa?’ Isyaratnya pada gadis pembunuh.

Bagaimana bisa? Meski sang gadis pembunuh sempat minta tolong sebentar, ia yakin suaranya hampir tak terdengar dalam pendengaran makhluk hidup manapun! Tapi, si gadis penolong yang bisu dan tuli datang dan mendengarnya!

“Jika tak ada yang mendengarmu, masih ada hati yang dapat merasakan meski kau jauh.”

Sang gadis pembunuh pun menangis, hatinya yang beku mencair seiring lelehan air matanya yang mengalir. Seumur hidupnya baru kali ini ia merasakan kehangatan dalam hatinya.

“Siapa pun orangnya pasti akan ada yang menolong. Membunuh memang bisa sekejap saja, tapi untuk menolong tak semudah membalikkan telapak tangan.”

Tiba-tiba si gadis penolong berdiri dan berjalan menjauh. Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

“Tunggu! Tunggu! Siapa sebenarnya kamu?! Aku belum berterima kasih padamu! Masih banyak yang ingin kubicarakan, tunggu!”

Namun suaranya tertelan angin dan kabut berikut sosok si gadis penolong, meninggalkan sang gadis pembunuh sendirian.

Hari ini sang gadis pembunuh hampir meregang nyawa namun hari ini juga ia diselamatkan oleh seseorang yang misterius. Kini dalam dadanya telah tumbuh tekad baru, ia bagaikan orang yang terlahir kembali. Ia akan mencari gadis yang telah menolongnya entah bagaimana caranya. Ia kan terus mencarinya hingga ke sudut dunia. Ia yakin kelak ia akan bertemu dengannya lagi, sebab ia akan mencari dengan hati yang gaungnya akan terdengar oleh semua orang di seluruh dunia.

Di dunia ini, ada orang yang diberi kekuatan, ada juga yang tidak
Namun, seringkali yang diberi kekuatan hanya bisa menyakiti yang lain
Bagaimana jika ada kekuatan kebalikannya?
Orang menolong orang lain dengan alasan masing-masing
Tetapi jika ada kekuatan untuk menolong
Masih perlukah sebuah alasan?


TAMAT


Cerita dan Gambar : Nemuchan Feb 2018.
Pertama kali di publikasikan : Maret 2008.
Judul Asli : Remedies Monogatari.

Save And Share :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 komentar:

Posting Komentar

back to top