Disclaimer:The Characters (Arthur Kirkland/England/Britain, Alfred F. Jones/America/United States, Lili Zwingli/Liectenstein, Francis Bonnefoy/France) are original Character From Hetalia: Axis Powers by Himaruya Hidekaz.
Rating: K+
Warning: AU, Pakai Human names, dll
Summary: Cerita tentang Arthur yang menjadi Vampir…UPDATE chapter 05 (FINAL)
Rating: K+
Warning: AU, Pakai Human names, dll
Summary: Cerita tentang Arthur yang menjadi Vampir…UPDATE chapter 05 (FINAL)
CHAPTER 05
“Wah, kamu bisa tersenyum juga rupanya.” Cibir Francis yang tiba-tiba muncul di samping Arthur.
Pria bermata hijau itu kaget dan langsung merasa gugup.
“Me-Memangnya kenapa, sialan!”
“Tidak ada. Padahal dua tahun lalu kamu terlihat kesal dan marah sewaktu pertama kali kesini.”
“Bukan….yang kurasakan sebenarnya…”
“Kehilangan, kan? Aku mengerti karena aku merasakan hal yang sama.”
Arthur menoleh ke Francis sebentar. Lalu dia menatap ke makam tanpa berkata apa-apa.
“Nah, kapan kamu mau minta maaf padaku?”
“Hah?”
“Minta maaf padaku karena sudah memukulku beberapa kali!”
Arthur menatap Francis lagi, kali ini dengan tatapan tidak suka dan menjawabnya dengan cuek.
“Tidak mau. Aku tidak akan pernah mau minta maaf padamu.”
“Eeeehhh!!!? Dasar! Tidak berperasaan!”
“Apa katamu, sialan!”
Hei! Kalian berdua! Kalian tidak boleh berisik di pemakaman! Kalian ini sudah tua seharusnya bersikap dewasa, dong!” Kata Alfred sambil berjalan mendekati mereka berdua.
“Dia yang mulai!”
Arthur dan Francis berteriak bersamaan sambil saling menunjuk. Alfred hanya menghela nafas melihat kelakuan dua orang yang lebih tua darinya itu.
“Kalian akrab seperti biasa, ya.” Kata Lili yang berjalan di samping Alfred sambil terenyum.
“Kami nggak akrab!!”
“Capek banget teriak terus dari tadi...” Keluh Arthur sambil menarik nafas cepat-cepat.
“Kamu jarang bicara dengan orang lain sih. Tapi pasti kamu lebih capek lagi waktu ngobrol sama Sey.” Kata France sambil tetawa kecil.
“Aku memang menghindar dengan orang lain. Selain tidak mau menggigit, aku juga sadar setelah Sey meninggal, kalau pada akhirnya aku akan ditinggal sendirian. Jadi lebih baik aku sendirian saja sejak awal.”
“Tidak boleh begitu!!”
Alfred berteriak keras dan mencengkram kedua bahu Arthur, membuat pria bermata hijau itu kaget. Francis dan Lili pun ikutan kaget.
“Kalau kamu sendirian seumur hidup bukannya itu sama saja menyakiti dirimu sendiri! Pasti Sey juga nggak mau kamu mengurung diri seumur hidup!”
“Ka-Kamu tahu apa!? Kamu tidak kenal cewek itu kan?”
“Aku tahu! Karena Sey temanmu dan aku temanmu! Pasti Sey berpikiran sama denganku!”
Arthur terdiam. Matanya melirik ke arah lain.
“.....tapi tetap saja...kalian akan pergi meninggalkan aku....karena aku...tidak bisa mati...”
“Kalau begitu aku akan hidup sampai 100, tidak, sampai 200 tahun lagi! Aku akan terus hidup supaya kamu nggak kesepian!”
“Ka-Ka-Kamu itu ngomong apa sih!!??? Memangnya kamu bisa hidup selama itu!?”
“Bisa aja! Aku pasti bisa!”
“Kamu jangan ngomong sembarangan deh!!” Teriak Arthur kesal sekaligus malu.
“Kalau aku sih tidak mau menghabiskan masa tuaku untuk menemanimu, alis bodoh. Malah kamu yang harus mengurusku seumur hidup.” Kata Francis sambil menyeringai.
“Siapa yang sudi mengurusmu, sialan!” Balas Arthur ketus.
“Mungkin....kami akan ‘pergi’ suatu hari nanti. Tapi kalau selama kita masih hidup, kita membuat kenangan bersama dan terus menyimpannya dalam hati maka kita tidak akan merasa kesepian. Mungkin awalnya menyakitkan karena orang-orang itu tidak ada di samping kita, namun kita masih hidup dan kita harus terus melanjutkan hidup. Walaupun kita kesepian seperti apapun, kita tidak akan pernah hidup sendirian. Karena di sekeliling kita masih banyak orang lain dan mungkin mereka membutuhkan kita.” Kata Lili sambil tersenyum.
Arthur menatap Lili lalu dia menatap Alfred yang juga tersenyum padanya. Francis pun, walau tidak melihat ke arah Arthur, dia tersemyum kecil.
“Kamu tahu kenapa Sey suka mengambil foto? Itu karena dia ingin meninggalkan kenangan padaku dan juga orang-orang sekitarnya. Dia juga pernh bilang ‘Teruslah tersenyum walaupun aku sudah tidak ada! Karena aku akan selalu mengawasimu di dunia sana. Kalau rindu padaku lihat saja foto-foto dariku!’ itulah yang dia katakan padaku.”
Kesepian....salah satu hal yang paling kutakutkan....karena itu sebelum ditinggal, lebih baik tidak usah bertemu sama sekali. Tapi aku malah terus bertemu orang dan terikat pada mereka. Mungkin karena aku tidak mau kesepian. Kalau sekarang ada yang menemaniku....apakah ini mimpi?
Aku tidak mau kalau ini hanya mimpi!!
Arthur membuka matanya tiba-tiba. Yang dilihatnya adalah hal yang dikenalnya, langit-langit kamarnya. Dia menoleh kanan-kiri dengan kebingungan, ternyata dia sedang berbaring di kasurnya. Lalu dia pun bangun sambil memegang kepalanya.
“Lho? Kenapa aku ada di sini?” Kata Arthur sambil bangun, “bukannya aku tadi di...ah, jangan-jangan....aku cuma...mimpi?”
Arthur terus merasa kebingungan. Tidak lama kemudian dia mendengar ada suara ribut di luar. Dengan segera dia turun dari kasur dan keluar kamarnya. Suara itu semakin terdengar keras, dan asal suaranya ada di bawah rumahnya.
“Hei paman, aku lapar nih....”
“Memangnya aku tidak lapar! Rumah ini tidak ada apa-apa....”
“Anu...kita kan tidak boleh mengacak-acak rumah orang...”
“Tapi terakhir kali aku ke sini ada makanan...”
“Ah, Arthur!”
Arthur berhenti di tengah-tengah tangga dengan nafas tersenggal karena habis berlari. Dia melihat ada Alfred, Francis, dan Lili sedang duduk di ruang makan. Arthur melihat mereka dengan keheranan.
“Arthur, kamu tidak apa-apa? Tadi kamu tiba-tiba pingsan. Kami sangat khawatir.” Kata Lili dengan wajah khawatir.
“Karena kata bocah itu rumahmu dekat dengan pemakaman, akhirnya kami membawamu ke sini.” Kata Francis.
“Lalu..itu...” Alfred menggaruk pipinya yang tidak gatal dan berjalan mendekati Arthur, “karena pintunya di kunci jadinya aku dobrak....dan pintunya sekarang rusak...”
“Kekuatanmu benar-benar mengerikan...” Kata Francis sambil menghela nafas.
“Padahal aku nggak menendangnya dengan keras kok!” Kata Alfred membela dirinya.
Alfred memaksakan diri tertawa. Tapi Arthur tidak menanggapi apa-apa. Nafasnya masih tersenggal dan matanya tidak fokus.
“Nnngg...kamu marah..ya?” Tanya Alfred ragu.
“.....Tidak kok....aku tidak marah....” Kata Arthur sambil terduduk lemas di anak tangga tempatnya berdiri.
“Eh!? Kamu nggak apa-apa!?” Tanya Alfred panik.
“...Aku...aku cuma capek....”
Alfred terlihat bingung dan khawatir, begitu juga dengan Lili. Gadis itu mendekati Arthur dan duduk di samping Arthur.
“Apa benar tidak apa-apa?”
“....Tidak apa-apa, kok. Tenang saja.”
Arthur tersenyum kecil agar Lili menjadi tenang, walaupun kenyataannya kepala berdenyut sakit, dadanya sesak, dan badannya gemetar. Tapi dia tidak mau membuat Alfred dan Lili khawatir karena itu, Arthur berusaha sekuat tenaga bersikap biasa.
“Hei alis tebal bodoh, kapan terakhir kali kamu minum darah?” Tanya Francis yang masih duduk sambil bertopang dagu.
“....Itu bukan urusanmu!” Jawab Arthur Ketus.
“Ah, benar juga! Aku tidak pernah melihatmu meminum darah sejak kita bertemu. Jangan-jangan kamu sudah lama tidak minum darah ya?”
Arthur tidak menjawab pertanyaan Alfred, dia hanya terdiam sambil menunduk dengan alis mengerut.
“Yang kumaksud adalah, kapan terakhir kamu meminum darah manusia? Jangan bilang dua tahun yang lalu.”
“....apa Sey yang cerita padamu?” Tanya Arthur pelan.
“Tidak.” Jawab Francis sambil mengibaskan tangannya, “tapi aku tahu. Tangan Sey yang terluka dan orang yang dia temui adalah kamu, apalagi kalau bukan kamu yang minum darahnya.”
Arthur tidak menyangkal pernyataan Francis, dia hanya terdiam dengan kepala tertunduk.
“Jadi....dulu Sey memberikan darahnya ke Arthur..?” Tanya Alfred kaget.
“Yah, kira-kira begitulah.” Jawab Francis dengan nada dingin.
Alfred melipat tangannya dan tatapan matanya jadi serius. Dia terdiam cukup lama, namun kemudian matanya berbinar cerah dan bibirnya tersungging lebar.
“Kalau begitu, aku akan memberikan darahku untukmu, Arthur! Sama seperti Sey dulu! Asal tidak menggigitku tidak apa-apa, kan?”
“JANGAN!!”
Arthur berteriak keras sambil menatap Alfred dengan ketakutan. Semua yang ada di ruangan itu terdiam bingung.
“A-Aku tidak apa-apa, kok! Jadi tidak usah bertindak macam-macam!” Kata Arthur dengan nafas tersenggal.
“Ta-Tapi...”
“Sudahlah! Dia bilang tidak mau, jadi jangan sia-siakan darahmu. Lebih baik kita pulang saja!” Kata Francis sambil berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu.
Alfred menatap Francis lalu Arthur bergantian dengan bingung. Lili memegang tangan Arthur dan menurunkan kepalanya agar bisa menatap matanya.
“Lebih baik kamu istirahat lagi. Tolong jangan paksakan dirimu, ya.”
Arthur hanya melirik lalu mengangguk pelan. Lili pun berdiri dan berjalan mendekati Alfred yang masih diam membatu
“Francis benar. Lebih baik kita biarkan Arthur beristirahat.” Kata Lili dengan nada lembut.
“Besok aku datang lagi!” Kata Alfred dengan wajah cemberut lalu dia membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu bersama Lili.
Setelah mereka bertiga mencapai jalan besar, Alfred dan Francis memutuskan mengantar Lili sampai rumahnya. Lalu Fancis pun memulai pembicaraan.
“Apa alis tebal itu tidak pernah sekalipun minum darahmu, Alfred?”
“Tidak. Tidak pernah. Malah dia bilang mencium bau darah malah mebuatnya pusing.” Jawab Alfred pelan.
“Waktu itu juga...waktu jari saya berdarah di depan Arthur, dia seperti....ketakutan...” Kata Lili juga.
“Mungkin karena Arthur belum terbiasa. Dia kan dulunya manusia.”
“Belum terbiasa ya? Mungkin lebih tepatnya karena dia takut.”
Alfred dan Lili menatap Francis bingung. Tapi mereka menyimak lanjutan perkataan Francis karena penasaran.
“Orang yang pertama kali dia gigit langsung mati di depan matanya. Lalu seorang gadis yang memberikan darahnya tanpa alis tebal itu gigit pun juga meninggal. Dia pasti merasa setiap orang yang dia minum darahnya pasti mati.”
“Tapi itu tidak benar!” Kata Alfred tegas.
“Yah itu memang tidak benar. Sey bukan meninggal karena dia, tapi dilihat dari sikapnya dia pasti merasa seperti itu.” Kata Francis.
“Apa tidak apa-apa kalau Arthur tidak minum darah dalam waktu yang lama?” Tanya Lili.
“Dia itu vampir dan tentu saja dia butuh darah. Sama seperti kita manusia yang butuh makan, dia pun butuh darah untuk sumber tenaga. Kalau tidak, tubuhnya akan lemas walaupun dia tidak akan mati. Karena dia tidak bisa mati.”
“Jadi bagaimana caranya agar Arthur mau minum darah? Walaupun dia tidak akan meninggal tapi melihatnya menderita...saya tidak tega...” Kata Lili dengan nada khawatir.
“Aku memang tidak pernah mengerti jalan pikiran alis aneh itu.” Kata Francis sambil menghela nafas, “tapi bukan berati dia sulit didekati.”
“Apa kamu punya ide?” Tanya Alfred.
Francis tersenyum menyeringai, membuat Alfred menatapnya dengan curiga.
“Percayakan saja pada kakak. Nah! Karena kita sudah sampai, aku menginap di rumahmu, ya?” Pinta Francis sambil memegang tangan Lili.
“Tidak boleh!” Bentak Alfred sambil menarik kerah baju bagian belakang Francis.
“Terima kasih sudah mengantar saya. Sampai jumpa besok.” Kata Lili sambil tersenyum.
“Iya! Selamat malam.” Balas Alfred sambil tersenyum.
Alfred pergi sambil menarik Francis agar dia tidak berbuat macam-macam. Francis yang tidak bisa melawan hanya pasrah.
Esok malamnya, Arthur membuka mata dan langsung bangun dari kasurnya. Dia menoleh dan melihat keluar jendela.
Ternyata malam....ini malam yang sama atau sudah berlalu satu hari ya....atau sudah beberapa hari berlalu....
“Akh! Aku ini mikir apa sih!!? Kepalaku masih pusing! Ini membuatku berpikir macam-macam...”
Arthur turun dari kasurnya dan dia berjalan keluar kamarnya dan turun ke bawah. Dia terdiam melihat pintu depan rumahnya yang hancur berantakan.
“Aku memang dengar Alfred merusak pintu rumahku . Tapi ini sih menghancurkan namanya! Kalau dia sampai datang dia harus ganti rugi!!!!!” Kata Arthur sambil menghela nafas.
Itu pun kalau dia datang....
“Oi, Arthur!!” Teriak Alfred dari kejauhan.
Hah!? Kok tiba-tiba dia ada di sini!!?
“Hmm? Kenapa? Melihatku dengan tampang kaget begitu?”
“Ng-Nggak apa-apa kok! Li-Lihat apa yang kamu lakukan dengan pintu rumahku!” Kata Arthur kesal sambil menunjuk pintu rumahnya yang hancur.
“Iya, iya.” Jawab Alfred sambil nyengir, “Kamu sudah baikan?”
“Sudah kubilang, kan! Kalau aku tidur semua akan baik-baik saja! Badanku sampai pegal karena kebanyakan tidur!” Jawab Arthur kesal sambil memalingkan muka.
“Kalau begitu...”
Alfred menarik tangan Arthur membuat pria bermata hijau itu kaget.
“Kita jalan-jalan yuk! Tidak baik kalau tidur terus.”
“Si-Si-Si-Siapa yang mau jalan-jalan, bodoh! Lepaskan tanganku!!” Kata Arthur sambil mengibaskan tangannya.
“Lebih enak kalau jalan-jalan itu sambil pegangan tangan, kan!” Kata Alfred sambil tertawa.
“Kamu jangan seenaknya ya! Memangnya kita mau kemana!!?”
“Ke tempat biasanya! Dan kali ini kamu tidak perlu sembunyi di balik pohon lagi!”
Akhirnya Arthur pun terdiam karena wajahnya mulai memerah. Dia pun berjalan mengikuti Alfred yang terus memegang tangannya.
Sampai pada akhirnya...
“Waaahh. Kalian berjalan sambil berpegangan tangan di malam hari. Seperti pasangan kekasih..” Kata Francis dengan nada menggoda.
“Siapa yang sepasang kekasih, dasar sialan!” Teriak Arthur kesal. Lalu dia pun menampikkan tangannya dari genggaman Alfred.
“Selamat datang kalian berdua.” Kata Lili sambil tersenyum.
“Kami datang!!” Jawab Alfred dengan nada ceria.
“Ma-Malam.” Kata Arthur pelan.
“Sifatmu yang malu-malu itu membuatku sangat merinding.”
“Diam kau, jenggot sialan!” Kata Arthur kesal, “lalu kenapa kamu ada di sini!!?”
“Tentu saja menunggumu, bodoh! Ini buatmu.”
Francis melempar sebuah kotak putih ke arah Arthur. Kotak itu pun mendarat di tangan Arthur. Pria bermata hijau itu menatap kotak itu dengan curiga, lalu dia melirik tempat sampah yang ada di dekatnya.
“Jangan berpikir untuk membuangnya, alis tebal sialan!!” Kata Francis kesal.
Arthur hanya menghela nafas dan membuka kotak itu dengan malas. Ketika melihat isi yang ada di dalam kotak, mata Arthur melebar. Alfred yang penasaran juga ikut melihat dan dia pun ikut terkejut.
“Itu kan....kantung darah...” Kata Alfred dengan nada kaget.
“Kamu...mustahil kan...”
“Bukan. Itu bukan darahku, kok. Karena itu mustahil.” Kata Francis sambil mengibaskan tangannya.
“Sudah kuduga.” Kata Arthur lega, entah kenapa dia merasa lega.
“Kantung darah itu kubeli. Mudah kok mendapatkannya. Nah, sekarang kamu tidak ada alasan untuk menolak, kan?”
“Kenapa kamu melakukan hal ini?” Tanya Arthur dengan nada serius.
“Aku tidak mau Sey memukulku ketika bertemu dengannya nanti.” Jawab Francis santai.
“Tidak apa-apa, Arthur. Bukankah ini cara yang terbaik.” Kata Lili sambil tersenyum.
“Iya, Lili benar!”
Melihat Lili dan Alfred menyemangatinya, Arthur pun mengambil kantung darah itu, tapi kemudian dia terdiam.
“Lho? Kenapa?” Tanya Alfred bingung.
“Aku mau pergi sebentar.” Kata Arthur sambil berjalan pergi.
“Eh!?”
“Cuma mau minum darah tidak usah pakai malu kan.” Cibir Francis.
“Berisik!”
Akhirnya Arthur keluar, tapi tidak ada yang menghentikan Arthur. Tidak lama kemudian Arthur masuk lagi, dia hanya terdiam. Semuanya pun ikut terdiam sambil menatap Arthur.
“Kenapa kalian semua menatapku seperti itu!!?”
“Bagaimana perasaanmu?” Tanya Alfred khawatir.
“Bi-Biasa saja kok! Tidak ada bedanya!” Jawab Arthur sambil memalingkan muka.
“Syukurlah!” Kata Alfred sambil tersenyum lebar.
Lili pun juga ikut tersenyum lega, Francis tersenyum dengan bangganya. Melihat itu Arthur jadi merasa senang tapi tidak bisa menunjukkan rasa senangnya.
“Tapi masalah belum selesai sampai di sini!”
Suara Francis yang serius membuat semua menatap Francis bingung. Pria berambut pirang sebahu itu pun berdiri dari kursinya.
“Asal kamu tahu, alis tebal. Kantung darah itu harganya mahal. Karena kamu itu orangnya keras kepala, pasti kau bergantung pada kantung darah. Aku tidak mau membuang uangku untukmu! Lili dan Alfred masih di bawah umur untuk bisa membeli benda seperti ini!”
“Lalu kamu mau aku melakukan apa!?”
“Kamu harus bekerja!” Teriak Francis sambil menunjuk Arthur.
“Haahh!? Kerja apa!? Kamu sadar tidak sih aku ini apa!?”
“Kamu itu bodoh ya! Bisa saja kamu kerja di sini misalnya. Di toko bunga Lili.” Kata Francis.
“Ma-Mana bisa!!”
“Anu...sebenarnya....Francis mau membantu saya agar toko ini bisa terus berjalan. Karena itu toko ini akan semakin sibuk. Saya akan merasa sangat terbantu kalau Arthur mau membantu.”
“Kalau begitu aku juga ikut bekerja di sini!” Kata Alfred tiba-tiba.
“Eh!!? Kenapa kamu ikut-ikutan!?” Tanya Arthur heran.
“Merawat bunga itu menyenangkan kok! Waktu merawat bunga punyamu aku jadi mengerti tentang bunga! Dan gajiku dipakai untukmu saja supaya bisa membeli kantung darah yang banyak!”
Arthur merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia terus menundukkan kepalanya karena wajahnya mulai memerah akibat malu sekaligus senang.
“Pa-Padahal kalian tidak perlu berbuat sejauh itu...” Kata Arthur pelan.
“Itu karena kamu menyedihkan sih.” Kata Francis.
“Berisik!! Aku nggak ngomong sama kamu!” Teriak Arthur kesal.
“Saya sangat senang kalau kalian berdua ikut membantu.” Kata Lili sambil tersenyum senang.
“Tentu saja! Serahkan pada kami!!” Kata Alfred dengan nada ceria.
“Kalau ada kalian berdua....jalan untuk menambah pundi-pundi uang semakin lebar.”
Francis tertawa senang dengan nada mencurigakan. Perasaan Arthur jadi tidak enak melihatnya.
“Kalau begitu pembagiannya, si alis aneh bekerja di bagian administrasi, karena itu satu-satunya pekerjaan yang bisa di dalam ruangan. Dan kamu bocah kamu cukup bantu-bantu saja.” Kata Francis.
“Kenapa jadi kamu yang nyuruh-nyuruh!? Lalu kamu kerjanya apa!?” Tanya Arthur kesal.
“Aku ini sibuk dengan pekerjaanku sendiri. Karena kalian semua belum berpengalaman, jadi terpaksa aku membantu.” Kata Francis dengan nada sombong.
“Memangnya paman kerja apa?” Tanya Alfred penasaran.
“Yang jelas sesuatu yang sangat luar biasa. Bagaimana kalau kamu memanggilku ‘kakak’ sekarang?”
“Kenapa Arthur? Kamu tidak suka?” Tanya Lili yang melihat Arthur berwajah murung.
“Eh? Bu-Bukan!” Kata Arthur sambil menggelengkan kepalanya, “hanya saja...seorang vampir sepertiku bekerja seperti manusia lainnya....rasanya...aneh...tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya...”
“Tidak apa-apa, kan. Asalkan kita melakukannya bersama-sama, semuanya pasti lancar. Saya senang kalau bisa bersama dengan Arthur lebih lama.” Kata Lili sambil tersenyum.
“Aku juga senang! Kita tidak hanya bertemu di malam hari, tapi juga pagi bahkan siang. Bukankah itu menyenangkan?” Kata Alfred sambil merengkul leher Arthur.
Wajah Arthur langsung bersemu merah mendengarnya. Dia tidak mengatakan apa-apa saking malunya.
“Aku sih tidak mau berlama-lama denganmu, alis bodoh.” Kata Francis cuek.
“Aku juga tidak sudi, sialan!!” Teriak Arthur kesal.
Arthur dan Francis terus bertengkar mulut sampai pada akhirnya Alfred menengahi mereka untuk pulang. Arthur melangkah keluar lalu dia berbalik. Besok dia akan datang lagi ke sini, tapi tanpa bunga, tanpa bersembunyi di pohon dan di pagi hari. Semuanya akan berubah di esok pagi. Tapi kenyataan kalau Arthur adalah seorang vampir tidak akan pernah berubah, selamanya.
---kalau tidak dicoba, kita tidak akan pernah tahu, kan?
Benar. Karena itu, aku akan terus berusaha dan mencoba. Kalau nanti aku gagal, kuharap mereka masih mau mengulurkan tangan padaku.
Arthur tersadar dari lamunannya ketika Alfred memanggilnya dari kejauhan. Dia melihat Alfred melambaikan tangannya sambil tersenyum nyengir. Arthur menghela nafas sambil tersenyum kecil lalu pria bermata hijau itu berjalan menghampiri Alfred dan berjalan pulang ke rumah.
THE END
12-02-2011
Terima kasih pada editorku yang selalu mengoreksi kesalahan dan memberi ide pada cerita ini. :)
Terima kasih yang sudah mau membaca dan me-review, itu menjadi semangat bagiku untuk membuat ini. :D
Happy Valentine semua~ :D
Save And Share :
0 komentar:
Posting Komentar