Cari Blog Ini

Sabtu, 06 November 2010

[Fanfic-Hetalia] Nice to Meet You


Disclaimer : The Characters (Arthur Kirkland/England/Britain and Alfred F. Jones/America/United States) are original Character From Hetalia: Axis Powers by Himaruya Hidekaz.

Rating : K+

Warning : AU, Pakai Human names,pemula, dll

Summary :
Alfred bertemu dengan seseorang bermata hijau ketika tersesat dan walaupun sudah sepuluh tahun berlalu dia masih mengingatnya. (aku ngga bisa bikin summary T_T baca aja deh /plak)

Author note:
Yahoo~ datang-datang langsung bawa Fanfic XD First AU!!! *ketawa sendiri* sebenarnya ini cerita untuk Halloween tapi karena jadinya lama dan bersambung pula, ya sudahlah! XD yang penting buat! Enjoy~


Nice to Meet You

“Uuuuh… Ini dimana ya…? Padahal aku udah bawa peta daerah sini… kok jadi tersesat…”

Kata seorang anak laki-laki berambut pirang dengan seutas rambut mencuat ke atas sambil berjalan di pinggir jalan padahal hari itu sudah malam.

“Orang rumah nanti khawatir… bagaimana caranya aku pulang…?”

Anak itu terus berjalan menyusuri jalan setapak dengan gelisah, tiba-tiba lewat seseorang dengan jubah panjang hitam dengan pakaian serba hitam pula. Anak itu melihat orang itu dengan takjub karena jarang sekali ada orang yang melewati daerah itu, apalagi malam begini. Anak itu pun mengejar orang itu dan menarik jubahnya.

“Hei paman! Bisa antar aku ke rumahku, nggak?” Tanya anak itu polos.

Anak itu pun mendongak ke atas melihat wajah orang itu, Orang itu terlihat kaget melihat ada anak kecil yang menarik jubahnya. Matanya yang berwarna hijau emerald cerah dengan alis yang sangat tebal dan rambut pirangnya yang berkilauan karena cahaya bulan membuat anak itu takjub untuk kedua kalinya.

“Pa-Paman… jangan-jangan… Alien, ya!” Kata bocah itu dengan nada kagum dan mata berbinar-binar.

“Siapa yang alien!!? Dan jangan panggil aku ‘paman’, bocah!”

“Nggak mungkin! Alis paman yang super tebal itu ngga dimiliki manusia biasa. Pasti paman alien!” Kata anak itu ngotot.

“Alisku ini udah dari sananya, bodoh! Lagipula ngapain bocah kayak kamu keluyuran malam-malam begini?”

“Ah, benar juga! Aku tersesat, jadi antarkan aku pulang, ya!”

“Haahh??”

“Ini petanya!” Anak itu menyodorkan secarik kertas ke pria bermata hijau itu, “Alamat rumahku dan petanya ada di situ, tapi karena aku tidak mengerti jadinya aku tersesat…”

Pria itu menatap kertas yang disodorkan padanya dengan ragu, namun akhirnya dia mengambilnya dan melihat kertas itu.

“Oooh. Ini sih kamu tinggal lurus saja lalu nanti belok kiri. Rumahmu di sekitar situ.” Kata pria itu sambil mengembalikan kertas itu kembali ke pemiliknya.

Anak itu mengambil kertas itu tapi tidak hanya itu, dia juga memegang tangan pria itu, “Kalau begitu antar aku sampai depan rumah ya!”

“Apa!? Tidak mau! Pulang sa—” belum selesai dia berbicara, anak itu sudah menarik pria itu. Pria itu berusaha melawan, tapi kekuatan anak itu terlalu besar.

“Anak ini kuat banget, sih?” Batin pria itu bertanya bingung sekaligus heran.

“Lebih baik kalau berjalan sama-sama kan?”

Anak itu menoleh ke pria itu sambil tersenyum. Pria itu pun hanya bisa menghela nafas dan akhirnya dia berjalan dengan anak itu dengan pasrah.

“Ngomong-ngomong, paman mau kemana?”

“Jangan panggil aku ‘paman’!” Kata Pria itu kesal tanpa menoleh ke anak itu sama sekali.

“Lalu, kenapa paman bawa-bawa pot bunga segala? Itu bunga apa?” Tanya anak itu lagi.

Di tangan kiri pria berambut pirang itu, terapit sebuah pot kecil dengan bunga berwarna merah.

“Ini bunga mawar…. eh! I-itu bukan urusanmu!”

“Heee. Terus, paman lagi kedinginan ya? Tangan paman sangat dingin, padahal sudah pakai sarung tangan…”

Alis pria itu sedikit berkerut mendengar pertanyaan anak itu. Dia hanya terdiam dan melihat ke arah lain. Anak itu hanya menatap pria itu dengan bingung. Lalu setelah mereka berjalan beberapa menit dalam diam, mereka berhenti.

“Ini rumahmu, sepertinya.”

“Ah! Benar! Ini rumahku! Makasih ya, kak!” Kata anak itu sambil tersenyum lebar.

“Eh?”

“Habisnya kakak terlihat ngambek karena aku panggil paman terus. Kakak juga terlihat masih muda, jadinya aku panggil kakak saja, ya.”

“Siapa yang ngambek, bodoh! Dan… jangan panggil aku ‘kakak’. Nggak enak didengar…”

“Eeeh? Jadinya panggil apa dong?” Tanya anak itu bingung.

“Tidak ada. Karena kita nggak akan ketemu lagi.”

“Eh!? Tapi—“

Tiba-tiba pandangan anak itu jadi gelap. Pria itu menutup mata anak itu dengan tangannya. Lalu pria itu mendekatkan mulutnya ke telinga anak itu, membisikkan sesuatu.

“Kita tidak akan bertemu lagi. Karena itu lupakan saja kita pernah bertemu, mengerti!”

Anak itu hanya terdiam karena bingung. Begitu pandangannya sudah terlihat jelas, pria dengan alis tebal itu sudah menghilang. Anak itu menengok kiri maupun kanan mencari pria itu, tapi tidak terlihat satupun orang. Yang sekarang ada di hadapan anak itu hanya pot bunga yang di bawa pria bermata hijau tadi.

“Kakak itu cepat banget larinya… tidak salah lagi! Pasti dia alien!” Kata anak itu dengan semangat, “Oh iya ya… aku belum tahu nama kakak tadi… tapi pasti ketemu lagi kok!”

Anak itu mengambil pot bunga itu kemudian berbalik menuju rumahnya, tapi dia berjalan pelan-pelan karena tidak ingin ketahuan orang rumahnya kalau dia sudah pergi diam-diam di malam hari.

[10 Tahun kemudian]

Seorang pemuda bermata biru dan berambut pirang dengan seutas rambut mencuat ke atas sedang membereskan buku dan peralatan sekolahnya dan memasukkannya ke dalam tas.

“Sampai sekarang… aku belum bertemu dengan kakak beralis tebal itu lagi… padahal selama ini aku menunggu di tempat yang sama tapi dia tidak pernah muncul. Dan waktu aku tanya orang lain, tidak ada yang mengenalnya… jangan-jangan kakak itu sudah kembali ke planet asalnya…”

Pemuda bernama Alfred itu menggendong tas ranselnya, kemudian dia berjalan keluar kelas yang sudah sepi. Alfred berhenti sebentar di papan pengumuman, ada satu pemberitahuan yang menarik perhatiannya.

“Ditemukan seekor hewan yang mati karena kehabisan darah di sekitar hutan belakang sekolah.” Alfred mengucapkan apa yang dibacanya.

Penyebabnya masih belum diketahui. Para ahli mengatakan mereka terjangkit suatu penyakit aneh. Namun, ada narasumber yang mengatakan kalau kejadian ini adalah perbuatan Vampir penghisap darah!

“Eh! Vampir!!?”

Menurut narasumber dia pernah melihat seseorang berkeliaran di hutan dengan kulit pucat dan berjubah hitam, orang itu diduga adalah vampir yang melakukan semua ini. Kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi, hal yang sama pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Hal ini masih diselidiki lebih lanjut untuk diketahui kebenarannya.

“Kulit pucat… dan… memakai jubah hitam…? Jangan-jangan!”

Alfred berlari menuju pintu keluar dan Ketika baru sampai halaman sekolah, tiba-tiba saja turun bujan deras.

“Apa! Kok hujan sih!? Padahal tadi cerah…”

Alfred berbalik untuk berteduh menunggu hujan reda di sekolahnya. Tapi dia teringat sesuatu yang penting, Pemuda bermata biru itu pun berlari keluar sekolah walaupun harus menerjang hujan.

“Gawat! Gawat banget! “itu” kan aku taruh di luar tadi pagi!”

Setelah sampai rumahnya, Alfred langsung menuju kamarnya di lantai dua dan mengambil pot bunga yang ada di teras kamarnya. Buru-buru Alfred memasukkanya ke dalam kamarnya. Lalu dia memeriksa apa bunga itu layu atau tidak, setelah yakin bunga mawar merah itu baik-baik saja, Alfred menghela nafas lega.

“Hooh. Untung masih sempat…” Alfred terduduk lemas di lantai dengan pot bunga yang masih dipegangnya, “Syukurlah. Kamu masih bisa bertahan.”

Alfred tersenyum lega melihat bunga mawar merah itu masih tegak berdiri walaupun habis terkena hujan deras. Sadar kalau dirinya basah kuyup, Alfred segera mengeringkan diri sekaligus mengganti bajunya. Kemudian Alfred duduk di kasurnya,dia memandangi bunga mawar merah yang sebelumnya dia taruh di atas meja belajarnya. Lagi-lagi, pemuda bermata biru itu tersenyum melihat bunga itu.

“Kalau kakak beralis tebal itu tahu bunganya aku rawat dengan baik, apa dia akan senang ya?”

Alfred merebahkan dirinya ke kasur, matanya menerawang melihat langit-langit. Suara hujan masih terdengar dari luar sepertinya hujan semakin deras.  

Aku ingin bertemu kembali denganmu, kak. Walaupun kamu bilang lupakan, tapi aku ngga akan bisa lupa.

****

Alfred kecil berdiri di pinggir jalan sambil membawa pot dengan bunga mawar yang baru diterimanya dua hari lalu. Anak itu terus berdiri walaupun malam sudah tiba, tapi dia terus menunggu. Tapi orang yang ditunggu, pria bermata hijau emerald denga alis yang sangat tebal, tidak pernah muncul. Saking ingin ketemunya, Alfred bertanya ke setiap orang yang ada di rumahnya maupun yang lewat tengah jalan, tapi tidak ada satupun yang mengenal pria itu.

“Kak!” Teriak Alfred ke jalanan kosong tanpa seorang pun di sekitarnya, “kalau kakak mau pulang ke planet asalmu, pamitan dulu, dong! Aku ngga mau lupa, lho! Akan kucari sampai ketemu! Karena itu, muncul dong, kak!!!”

****

Alfred membuka matanya, matanya masih kabur karena masih ngantuk. Dia menggosok-gosok matanya dan merenggangkan tubuhnya sambil menguap. Lalu dia mencoba untuk duduk walaupun masih terasa ngantuk. Namun ketika Alfred melihat pot dengan bunga mawar yang ada di atas meja belajarnya, rasa ngantuknya hilang dan matanya terasa segar. Senyuman lebar menghiasi wajahnya.

“Pasti akan aku temukan! Walaupun mau sampai 50 tahun pun pasti kutemukan! Lihat saja, kak!”

Pemuda berambut pirang itu bersiap-siap untuk pergi, dia memakai jaketnya berwarna coklat dan tas ransel kecil. Lalu pemuda itu pun menuju ke tempat yang tadi sempat tertunda, hutan belakang sekolah!

Akhirnya Alfred sampai di hutan belakang sekolahnya. Walaupun malam sudah mau tiba tapi pemuda yang sebenarnya takut hantu ini, nekat menyusuri hutan untuk mencari apa yang ingin dia cari selama bertahun-tahun.

“Uuuhhh… di mana ya? Kayaknya aku sudah berjalan selama satu jam di sini… tapi kok ngga ada apa-apa….dan yang lebih penting lagi… INI DI MANA!!?”

Setelah meneriakkan keluh-kesahnya, tiba-tiba semak-semak di samping Alfred bergoyang. Alfred bergidik kaget dan menjerit kecil. Tapi ternyata yang keluar dari semak-semak itu hanyalah kelinci kecil. Alfred mengehela nafas lega. Kelinci itu melompat ke suatu tempat, karena penasaran Alfred mengikutinya.

Kelinci itu terus melompat, sampai dia menemukan beberapa ekor kelinci lainnya sedang berkumpul memakan wortel.

“Wah. Nambah satu lagi… jangan berebutan, ya.” Kata seseorang yang sedang memberi wortel ke kelinci-kelinci itu.

Alfred mendekati orang itu, orang yang memakai pakaian hitam itu pun menoleh kaget.

“Kamu…”

Mata Alfred melebar, orang yang ada di depannya mempunyai warna hijau emerald yang cerah, dengan alis yang sangat tebal dan berambut pirang. Orang itu pun juga melihat Alfred dengan tatapan kaget. Kemudian orang itu langsung melesat pergi.

“Eh! Tunggu dulu!!” Kata Alfred sambil mengejar orang itu, “kali ini nggak akan kubiarkan lolos!!”

“Kenapa kamu kejar aku!?”

“Aku mau bicara!”

“Jangan kejar aku!”

“Kalau nggak mau aku kejar, berhenti dong!”

“Enak aja!”

“Lagipula ngapain pakai lari sih! Aku cuma mau bicara!”

“Itu bukan urusanmu! Aku nggak mau bicara padamu!! Dan jangan kejar aku!!!”

Mereka berdua berbincang sambil berlari sepanjang hutan sampai terlihat sebuah rumah besar di depan mereka. Orang itu mempercepat larinya dan memasuki pagar rumah kemudian langsung menguncinya.

“Argh! Sial!” Teriak Alfred kesal sambil mengguncang pagar itu dari sisi luar.

“Pulanglah!” Kata orang itu dengan nafas tersenggal-senggal.

“Nggak mau!”

“Hmp! Ya sudah, terserah!” kata orang itu sembari berbalik pergi.

“Kamu masih ingat aku, kan?” teriak Alfred, “aku nggak lupa kejadian 10 tahun yang lalu! Aku juga merawat bunga yang kamu bawa waktu itu dengan baik!”

Orang itu berhenti sebentar namun dia kembali berjalan dan memasuki rumah. Alfred terlihat kecewa, namun dia tidak mau menyerah. Dia pun memanjat pagar itu sampai pada akhirnya dia berhasil memasuki halaman rumah itu.

“Yosh! Lihat saja! Aku nggak akan menyerah semudah itu!”

Alfred mendekati pintu depan rumah itu dan mengetuk pintu dengan keras sambil berteriak.

“Hei! Buka pintunya, dong!”

“Kamu!? Bagaimana kamu bisa masuk!?”

Suara orang iti terdengar dari arah dalam, Alfred senang orang itu masih di dekat pintu.

“Aku mau bicara!” Teriak Alfred lagi.

“Sudah kubilang, kan. Pulang!”

“Nggak mau!”

“Keras kepala banget, sih!”

“Kamu itu yang keras kepala!”

“Padahal…” Lanjut Alfred dengan suara yang lebih pelan, “aku cuma mau berterima kasih sudah menolongku waktu itu… menunggu 10 tahun untuk mengatakan itu… rasanya… tidak menyenangkan…”

“…hanya karena hal sepele…?”

“Bagiku itu bukan hal sepele… semua kenangan itu sangat berharga dan ngga akan aku lupakan… karena itu… terima kasih. Terima kasih banyak.”

Alfred tersenyum kecil lalu membalikkan tubuhnya. Namun dia berhenti sejenak.

“O iya. Namaku Alfred F. Jones. Kuharap kamu mau mengingatnya dan juga… kita bisa bertemu lagi.”

Alfred pun berlari kecil menuju pagar dan memanjatinya untuk keluar. Alfred melihat rumah itu sekali lagi, berharap orang itu mau menemuinya. Namun pintu rumah itu tetap tertutup. Akhirnya Alfred pun memutuskan untuk pulang. Belum lama dia berjalan menyusuri hutan, Alfred sudah berhenti.

“Gawat banget nih… aku kan… nggak tahu jalan…”

Dengan lunglai Alfred menyusuri hutan dengan bermodal cahaya senter. Pemuda bermata biru itu menyusuri jalan setapak yang tidak diketahui ujungnya akan menuju ke mana.

“Kalau aku kembali ke rumah tadi… dia pasti nggak mau menemuiku… lagipula aku lupa jalan ke rumah tadi… sinyal HP tidak ada… salah satu pilihan… aku harus bermalam di hutan ini…!”

Pemuda berambut pirang itu duduk bersandar di salah satu pohon besar di dekat tempatnya berdiri. Alfred melihat ke atas, namun langit tertutup oleh dahan pohon yang lebat. Tiba-tiba Alfred merasakan ada yang menyentuh kakinya.

“GYAAA!!!”

Senter yang dipegang Alfred terjatuh, cahaya senter itu menyinari sesuatu yang ternyata adalah seekor kelinci. Jantung pemuda bermata biru itu masih berdetak keras, kemudian dia bersandar lemas ketika tahu yang menyentuh kakinya hanya seeker kelinci.

“Dari tadi kamu selalu membuatku kaget… eh? Apa kamu kelinci yang sama ya? Kenapa kamu sendirian? Kelinci kan nggak bisa hidup sendirian.”

Alfred mengangkat kelinci itu dan menaruhnya di pangkuannya.

“Apa orang itu juga tinggal sendirian, ya? Kalau selama ini tinggal sendirian… kan rasanya sepi… kesepian itu rasanya nggak menyenangkan…”

Ada setetes air membasahi wajah Alfred dan tidak lama kemudian hujan deras turun.

“Padahal tadi siang sudah hujan… Ah! Kamu pasti kedinginan.”

Alfred melepaskan jaketnya dan menyelimuti kelinci itu. Namun karena itu dia jadi kebasahan. Tapi pemuda bermata biru itu tetap tersenyum.

“Sudah tersesat di hutan dan kehujanan, kamu bisa tersenyum seperti itu? Kamu itu benar-benar bodoh, ya!”

Alfred melihat di sampingnya ada orang yang memayunginya sehingga dia tidak kehujanan lagi. Senyum cerah menghiasi wajah Alfred begitu melihat orang bermata hijau itu datang menemuinya.

“Kamu datang!?” Tanya Alfred senang.

“Aku datang ke sini bukan untukmu, bodoh! Aku cuma numpang lewat!” Kata orang itu sambil memalingkan muka.

“Heeh! Aku senang kamu mau menemuiku!” Kata Alfred sambil berdiri.

“Sudah kubilangkan, aku cuma numpang lewat!!”

Alfred menatap orang itu sejenak. Dia merasakan sesuatu yang aneh. Orang yang ada di depannya sekarang adalah orang yang sama dengan 10 tahun yang lalu, walaupun sekarang Alfred jadi lebih tinggi dari orang itu. Tapi ada hal lain yang aneh.

“Kamu… tidak bertambah tua ...ya?”

Orang itu terdiam. Wajahnya terus menunduk.

“Kuberitahu… aku ini…”

“Jadi kamu beneran alien, ya!?”

Mulut orang itu menganga heran sambil melihat Alfred dengan setengah tidak percaya.

“Sudah sebesar ini kamu masih percaya kalau aku ini alien!? Kamu itu benar-benar bodoh, ya!”

“Berarti…. kamu itu… vampir, ya?”

Mata orang itu melebar. Dia ingin bertanya kenapa bisa tahu, tapi suaranya tidak bisa keluar.

“Kamu… tidak takut…?” Tanya orang itu.

“Seharusnya aku takut, sih. Soalnya aku paling takut hantu,” Kata Alfred sambil tertawa, “tapi kamu tidak menakutkan sama sekali. Lagipula kamu baik.”

“Baik? Kamu bisa mati ditanganku, tahu.”

“Kamu bisa saja menghisap darahku 10 tahun yang lalu ataupun kamu melakukannya sekarang. Tapi kamu tidak melakukannya. Berarti kamu itu baik, kan?” Kata Alfred sambil tersenyum.

“Kamu itu… bodoh banget sih…” Kata orang itu sambil memalingkan muka. Walaupun cuma diterangi dengan senter, terlihat kalau wajah orang itu memerah.

“Wah! Kamu malu, ya?”

“Siapa yang malu, bodoh!”

“O iya! Aku belum tahu namamu! Karena kita belum berkenalan secara benar, aku akan memperkenalkan diri lagi.”

Alfred mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

“Namaku Alfred F. Jones. Umurku 16 tahun. Dan aku mau kita berteman!”

Orang itu lagi-lagi melihat Alfred dengan tatapan tidak percaya. Dia menatap tangan yang mengulur padanya dengan ragu. Namun akhirnya dia menjabat tangan Alfred.

“Na-Namaku… Arthur… Arthur Kirkland.”

“Heee. Lalu kak Arthur, kamu mau jadi temanku, kan?” Tanya Alfred semangat.

“Ugh! I-I-I-Itu… terserah kamu saja! Dan jangan panggil aku ‘kak’, panggil nama saja!” Kata Arthur lagi-lagi memalingkan mukanya dengan wajah memerah.

“Hore!!”

“Kenapa kamu sesenang itu, sih?”

“Soalnya aku menunggu 10 tahun supaya bisa berteman denganmu. Makanya aku senang!”

“Kamu selalu saja mengatakan hal bodoh…”

“Kamu juga kenapa selalu bersikap malu-malu?”

“Siapa yang malu-malu, bodoh!” Kata Arthur kesal.

“Ah! Hujan berhenti! Nah, kelinci. Kembalilah ke keluargamu, ya.”

Alfred menurunkan kelinci itu. Kelinci putih itu pun meloncat pergi meninggalkan mereka berdua.

“Nah! Sekarang kita ke rumahmu, yuk.” Kata Alfred sambil menepuk bahu Arthur.

“Hah!? Kenapa harus ke rumahku!?”

“Soalnya, rumahmu yang paing dekat. Lagipula aku sudah ngantuk.”

“Lalu apa hubungannya? Pulang ke rumahmu sana!”

“Eh? Kita kan berteman. Apa aku tidak boleh ke rumahmu?” Tanya Alfred sambil menatap Arthur dengan sedih.

“Eh? Kenapa kamu menatapku seperti itu, bodoh! Lagipula kamu nyadar nggak sih aku ini bukan manusia!”

“Sudahlah! Nggak usah memusingkan hal sepele! Ayo, kita pergi!” Kata Alfred sambil memegang tangan Arthur dan berjalan pergi.

“Apa? Jangan seenaknya—dan rumahku bukan ke arah situ, dasar buta arah!”

“Kalau gitu, tunjukin dong!” Kata Alfred polos.

Arthur hanya mengehela nafas pasrah melihat kepolosan Alfred. Akhirnya Arthur berjalan di depan menunjukkan arah ke rumahnya.

“Kamu nggak berubah, ya. Kekanak-kanakan! Hanya tubuhmu saja yang tambah besar.”

“Kamu juga nggak berubah sedikit, pun. Eh! Ada! Tubuhmu mengecil dan alismu tambah tebal!” Kata Alfred sambil tertawa.

“Apa kamu bilang!!” Kata Arthur kesal.

END CH 01

TO BE CONTINUED

Story by Dark lily 06-11-10

Author Note part 2:
Terinspirasi dari gambar Himaruya-sensei yang menggambarkan England jadi Vampir dan jadilah cerita ini. Di sini America kubuat muda (aslinya dia juga masih muda) dan juga tidak berkacamata. Kenapa? Karena aku maunya begitu. /plaak

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5 (End)

Save And Share :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 komentar:

Posting Komentar

back to top