Judul : On The Way To A Smile
Judul Lain : Case of Tifa
Pengarang : Kazushige Nojima
Hak Cipta : Square Enix
Penerjemah Bahasa Inggris : LH Yeung (Xcomp), & Danna
Penerjemah Bahasa Indonesia : Dark Lily
Pengarang : Kazushige Nojima
Hak Cipta : Square Enix
Penerjemah Bahasa Inggris : LH Yeung (Xcomp), & Danna
Penerjemah Bahasa Indonesia : Dark Lily
Novel ini ditranslasikan dari versi On the Way to a Smile versi bahasa inggris oleh Danna dan Xcomp. Versi yang di translasikan ini adalah versi Danna dan ada beberapa tambahan dari versi Xcomp.
NOTE: Novel ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan izin Xcomp.
Novel ini bukan diterjemahkan lewat Transtool atau software translasi
lainnya. Ini diterjemahkan secara manual. Jadi maaf jika ada kesalahan.
On the Way to a Smile
~Case of Tifa~
Tifa mengantar pelanggan keluar toko sebelum masuk ke dalam untuk membersihkan dapur. Di ruangan itu tidak terlalu gelap tapi juga tidak terlalu terang, tidak ada satu pun orang kecuali Tifa sendiri. padahal baru beberapa hari yang lalu, dia bekerja keras bersama keluarganya hingga kehampaannya sirna. Tapi sekarang menjadi sepi, dia hanya bisa membersihkan meja makan yang kotor. Tifa mencoba menyalakan semua lampu yang ada untuk mengganti suasana. Sesaat ruangan menjadi lebih terang, tapi karena listriknya tidak kuat ruangannya menjadi remang kembali. Dia merasa kesepian. Karena tidak tahan lagi, dia memanggil nama seorang gadis kecil.
“Marlene!”
Tidak lama kemudian. Langkah kaki kecil terdengar dari kamar anak-anak yang ada di dalam toko dan Marlene pun muncul.
“Ssshhhh” Marlene menaruh jari telunjuknya ke bibirnya dan dahinya berkerut. Tifa meminta maaf dan sadar akan sesuatu.
“Denzel akhirnya bisa tidur.”
“Apa dia kesakitan?”
“Iya.”
“Kamu bisa memanggilku, kan”
“Denzel mencegahku.”
“Begitu....” Tifa merasa bersalah karena kurang memperhatikan anak-anak.
“Jadi, ada apa?”
“Hmmm..... apa maksudmu?” jawab Tifa, mencoba mencoba menyembunyikan perasaanya. Marlene melihat sekeliling toko yang hanya ada Tifa dan dirinya.
“ Apa kamu kesepian?” Kata gadis kecil itu seakan tahu isi pikiran Tifa. “Aku tidak akan pergi kemana-mana.”
“Terima kasih. Tapi kamu harus segera tidur.”
“Dari tadi aku sedang mencoba tidur!”
“Maaf.”
Tifa berhenti beres-beres dan mengikuti Marlene ke kamar. Orang tua gadis kecil itu sudah meninggal dan dia dibawa oleh teman dekat ayahnya, Barret. Sejak Tifa bertemu Barret, dia tahu setengah dari kehidupan Marlene darinya. Karena itu Tifa yang merawat Marlene sejak Barret memutuskan bepergian untuk menyelesaikan masa lalunya.
Di kamar anak-anak ada 2 tempat tidur yang saling berjajar satu sama lain. Di sana ada Denzel yang sedang tidur. Luka Geostigma di dahi seorang anak 8 tahun terlihat menyakitkan. Denzel terlihat menderita. Itu karena penyakitnya tidak kunjung sembuh dan kondisinya makin menurun.
Tifa mengelap cairan yang keluar dari dahi Denzel. Dia menggeram sedikit tapi kemudian tertidur kembali. Marlene, yang selalu merawat Denzel, pergi ke kasurnya dan memanggil Tifa.
“Kami disini bersamamu tapi kamu masih merasa kesepian, kan?”
“.......maaf” Jawab Tifa jujur.
“Tidak apa-apa. Aku juga sama.”
“Begitu.”
“ Sekarang Cloud ada di mana ya?”
Tifa tidak menjawabnya dan menaruh tangannya ke lehernya. Cloud ada di suatu tempat di Midgar. Dia membayangkan bagaimana Cloud dalam bahaya atau diserang monster.
Tapi dia tahu, Cloud masih melakukan pekerjaannya. Ada beberapa orang yang melihatnya. Dia hanya meninggalkan rumah, itu saja. Dia berusaha meyakinkan anak-anak bahwa tidak ada apa-apa. Tapi lama kelamaan, Tifa kehilangan kesabaran dan anak-anak mulai menyadari ada sesuatu yang salah.
“Kenapa dia pergi?”
Aku tidak tahu. Mungkin karena banyaknya masalah yang muncul. Tapi Tifa ingat senyuman terakhir Cloud. Senyuman yang penuh dengan ketenangan membuat Tifa berpikir bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi ternyata aku salah.
Di hari itu. Hari dimana meteor jatuh dari angkasa dan Lifestream keluar dari bumi, bersatu dan menghancurkan meteor. Tifa melihatnya dari langit, bersama teman-temanya. Aku pikir akan baik-baik saja jika semuanya menghilang. Menghilangkan masa laluku. Dia bisa merasakan ketakutan datang menghantuinya walaupun pertarungan telah berakhir.
Apa aku bisa melanjutkan hidup seperti dulu. Jika seseorang menanyakan hal itu padanya maka dia akan menjawab bahwa hidup harus berlanjut apapun yang terjadi. Tapi ketika ditanya tentang dirinya, dia jadi bingung.
Akibat perbuatan perusahaan Shinra dengan energi makonya, Dunia penuh dengan kemakmuran tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang buruk terjadi. Kelompok anti-Shinra “AVALANCHE” beraksi untuk memberitahu semua orang tentang perbuatan perusahaan Shinra sebenarnya.
Energi Mako membuat Dunia menuju kehancuran. Tapi usaha Avalanche tidak merubah apapun. Ketika kamu tahu tahu keuntungan yang akan didapat dari energi Mako, maka kamu tidak akan menolaknya. Akhirnya Avalanche memilih melakukan hal yang ekstrim untuk merubah keadaan. Kota Mako di Midgar dimana banyak orang disana, mereka hancurkan reaktor Mako yang memproduksi energi.
Karena kesalahan dengan bom yang mereka buat, area yang hancur lebih parah dari yang mereka bayangkan. Area sekitar reaktor mako juga ikut hancur. Akibat insiden itu, Perusahaan Shinra memutuskan menggunakan cara brutal untuk menghancurkan kelompok kecil Avalanche. Sektor 7 yang merupakan markas rahasia dari Avalanche hancur seluruhnya. Selain beberapa kelompok Avalanche, banyak orang-orang yang tidak bersalah ikut menjadi korban.
Tifa merupakan salah satu anggota Avalanche.
Dia pikir pengorbanan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan untuk tujuan mulia mereka. Mereka selalu bersiap mengorbankan nyawa. Hasilnya, mereka malah kehilangan tujuan yang sebenarnya. Selama pertarungan panjang dengan perusahaan Shinra, mereka menemukan musuh yang kuat, Sephiroth. Tifa, bersama teman masa kecilnya Cloud, salah satu anggota Avalanche yang selamat, Barret, Aerith yang mereka temui selama perjalanan, dan Red XIII, melakukan perjalanan. Bersama. Selama beberapa kejadian, Cid, Cait Sith, Yuffie, dan Vincent juga ikut melakukan perjalanan bersama.
Walaupun kelihatannya teman mereka bertambah, tapi sebagai gantinya, Aerith harus kehilangan nyawa.
Meskipun begitu, perjalanan tidak berakhir begitu saja. Tifa merasa dia bisa meninggalkan segalanya sejalan dengan pengalaman yang dia dapat selama perjalanan.
Semua ini dimulai ketika dia masih seorang gadis kecil. Ada beberapa masalah dengan reaktor Mako yang ada di dekat kampung halamannya, Nibelheim. Masalah ini meresahkan warga setempat.
Sephiroth dikirim Shinra untuk menyelesaikan masalah di Nibelheim. Dia juga membunuh ayah Tifa. Aku tidak bisa menahan kemaharan pada Shinra dan Sephiroth. Karena itu aku bergabung dengan AVALANCHE. Ya, itulah awal dari kebencian pribadiku. Slogan AVALANCHE yang anti-Shinra atau anti-Mako hanyalah kedok untuk menyembunyikan motifku yang sebenarnya. Tapi nyawa yang hilang untuk menyelamatkan planet ini sudah terlalu banyak. Semua itu hanya untuk balas dendam, kemudian…..
Dosa ini berkecamuk di hatiku. Bisakah aku hidup dengan memendam perasaan ini?
Tifa melihat kebawah dari atas langit sambil memikirkan betapa menakutkannya masa depan. Tapi Cloud, yang berada di sampingnya, tersenyum lembut. Senyum yang belum pernah dilihatnya selama perjalanan mereka. Cloud yang menyadari sedang ditatapi Tifa bertanya,
“Ada apa?”
“Cloud, kamu tersenyum.”
“Benarkah?”
“Yeah”
“Ini adalah awal. Awal dari….”
Cloud memikirkan kata-kata yang tepat.
“Hidup yang baru.”
“Aku akan melanjutkan hidup. Aku pikir inilah satu-satunya cara agar bisa dimaafkan. Setelah…..semua yang telah terjadi.”
“Kamu benar…”
“Sudah berapa kali ya aku memikirkan untuk memulai hidup baru. Lucu juga.”
“Kenapa?”
“karena aku selalu saja gagal.”
“Itu tidak lucu.”
“Setelah ini…….kupikir aku akan baik-baik saja.”
Cloud terdiam untuk beberapa saat sebelum dia bicara lagi.
“Karena ada kamu kali ini.”
“Aku selalu ada untukmu"
“Apa yang kumaksud sedikit berbeda,” Jawab Cloud dengan senyumnya yang lain.
Tifa dan teman-temannya pergi menemui Aerith. Dia yang berada di dasar mata air Forgotten City. Nyawa yang dia petaruhkan untuk menyelamatkan planet ini tidak sia-sia. Begitulah yang mereka pikirkan. Tifa mendengar suara yang bertanya apa dia baik-baik saja. Dia tidak tahu apa itu suara Aerith atau imajinasinya saja. Tifa menangis. Setelah Sephiroth membunuh Aerith, dia tidak berduka sama sekali. Dia sedih, tapi kesedihannya berubah menjadi kebencian dan dendam pada musuhnya. Namun sewaktu mengunjungi tempat ini hatinya terasa tercabik-cabik. Selama menahan rasa sakit, dia mengingat bagaimana dia bisa bergabung dengan AVALANCHE. Tifa menangis lagi.
“Maaf. Aku benar-benar minta maaf.”
Dia merasakan tangan Cloud di pundaknya. Dia menahan Tifa dengan lembut seakan tidak ingin dia pergi. Untuk sekarang saja, biarkan aku menangis sepuasnya. Biarkan segalanya berada di tangannya.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Kawan-kawan Tifa pada akhirnya memutuskan untuk berpisah. Seperti Vincent yang pergi begitu saja. Yuffie memprotes. Dia bertanya apakah semua akan baik-baik saja jika berpisah, sekarang mereka adalah sahabat. Barret mengatakan bahwa semuanya dapat bertemu satu sama lain kapanpun mereka mau selama mereka masih hidup. Setelah berjanji untuk ber-reuni suatu hari nanti, Tifa, Cloud, dan Barret berpisah dari yang lain, pergi ke Corel Village. Itu adalah kampung halaman Barret. Baginya, tragedi ini dipicu oleh Mako. Terdiam sesaat, Barret mengatakan untuk tidak menngikutinya. Dia harus terus hidup dengan menanggung banyak dosa.
Mereka juga mengujungi Nibelheim. Kampung halaman Cloud dan Tifa. Mereka berdua tidak merasakan kerinduan sama sekali. Hanya teringat kenangan buruk yang pernah terjadi di sini.
“Seharusnya, aku tidak usah datang kemari.,” kata Cloud.
“Hanya mengingatkanku pada masa lalu.”
Kata-kata Cloud dirasakan oleh Tifa juga.
*****
Walaupun tidak mungkin termaafkan, Tifa , Cloud, dan Barret meminta maaf karena tidak bisa menyelamatkan Aerith.
“Kalian sudah berjuang keras. Tidak perlu minta maaf,” kata Elmyra.
Tifa dan yang lain tidak bisa berkata apa-apa. Benarkah kami telah berjuang keras ?
Banyak orang yang mengungsi di Kalm. Rumah yang masih utuh menjadi tempat berteduh darurat. Penduduk Kalm tidak meminta bayaran walaupun para pengungsi bisa membayarnya. Penginapan pun menawarkan kamar gratis bagi pengungsi, tapi masih banyak orang yang tidur di jalanan. Semua orang terlihat lelah. Beberapa orang kelihatannya terinfeksi semacam penyakit aneh.
“Rumor mengatakan itu sejenis epidemik. Aku tidak mau Marlene sampai terjangkit. Ayo, kita pulang.” Kata Barret dengan wajah kebapakan.
“Yeah, ayo pulang” Cloud setuju.
“kemana?” Tanya Barret.
“ke realita kita yang tertunda.”
“Maksudmu apa sih?”
“Kehidupan kita yang normal.”
“Dan dimana kita bisa menemukan hal itu?”
“Kita akan menemukannya.” Cloud melihat ke Tifa dan berkata, “Ya, kan?”
“Yeah!” Teriak Marlene ceria. Tifa juga mengangguk. Tapi, seperti Barret, dia membayangkan dimana mereka bisa memiliki kehidupan normal.
Mereka berempat tiba di Midgar. Kota itu sudah sembuh dari shock dan semua ketakutan yang terjadi sewaktu meteor hancur. Orang-orang sudah mulai melanjutkan masa depan mereka….tidak, kehidupan yang masih diberikan pada mereka. Melihat ini membuat Tifa menyalahkan lagi dirinya sendiri. Ketika melihat Midgar dari atas langit, dia berpikir bahwa tidak apa-apa kalau semuanya menghilang. Dia tidak tahu kalau di sini masih banyak orang yang hidup. Tifa tidak memaafkan dirinya yang egois. Dia mengatakan apa yang dia pikirkan selama di Airship ke Cloud dan Barret. Walaupun Cloud dan Barret mengerti perasaannya, tapi mereka memarahinya. Bagaimanapun juga, dimanapun atau apapun yang mereka lakukan, dosa mereka tidak akan hilang selama nyawa masih ada.
“Karena itu, kita harus tetap hidup. Kita hidup untuk menebus dosa-dosa kita. Hanya itulah satu-satunya jalan.” Kata Barret.
Ketika hanya ada Cloud dan Tifa berdua, Cloud berkata, “Tidak seperti biasanya kamu bermasalah dengan pikiranmu sendiri.”
“Itu……seperti itulah aku.”
“Tidak. Kamu lebih ceria dan kuat. Jika kamu melupakan semua itu, aku akan selalu mengingatkanmu.”
“Benarkah?”
“Mungkin,” Kata Cloud dengan wajah memerah.
Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengumpulkan informasi di sekitar Midgar. Di sana ada banyak material, tapi selain itu, tidak ada informasi yang berguna. Mereka bertiga berpencar untuk mencari informasi yang lain dan mengumpulkannya dan memberikan kepada mereka yang membutuhkan. Mereka juga menolong orang-orang yang terluka. Di malam hari, mereka tidur di bawah Plate yang katanya bisa jatuh kapan saja.
Suatu hari, Barret pulang dengan sebotol Wine, penghangat, dan berbagai macam buah. Mereka diberikan oleh seseorang atas tanda terima kasih atas bantuan membongkar rumah.
“Lihat saja.” Barret mulai memasak dengan lihainya, Tapi mereka tidak bisa melihat apa yang dia lakukan. Sudah 2 minggu berlalu dan hanya alcohol yang masih tersisa. Mereka menemukan ada alkohol spesial yang dibuat di kota Corel. Tifa dan Cloud meminumnya dengan pelan. Barret meminumnya dengan banyak sampai-sampai seperti sedang mandi. Dia terlihat menikmatinya dan menceritakan tentang masa lalu yang damai. Barret pun mulai mabuk, dia bicara ngawur tentang almarhum istrinya. Sudah sekian lama sejak Tifa dan Cloud melepas tawa dengan bebas.
Hari berikutnya, Barret terlihat serius dan berkata, “Bagaimana kalau kita memulai bisnis dan menjual alkohol ini?”
“Kita?” Tanya Cloud kaget.
“Bukan! Kita tidak bisa menarik pelanggan! Tifa yang akan melakukannya.”
“Aku?”
“Kamu hebat dalam hal ini.”
Dulu, Markas AVALANCHE ada di bar bernama Seventh Heaven. Bar itu sebagai sumber penghasilan bagi kehidupan angggota dan aktivitas AVALANCHE. Tifa bekerja sebagai pelayan di sana, atau lebih tepatnya manejer bar. Barret melanjutkan.
“Dari apa yang kulihat, penduduk Midgar dibagi menjadi 2 tipe: mereka yang terus mengeluh dan meratapi nasib. Dan mereka yang terus berusaha untuk hidup. Aku bisa mengerti perasaan mereka. Semua orang punya masalah masing-masing tapi mereka menghadapinya dengan cara yang berbeda-beda, ya kan? Solusi bagi mereka adalah alcohol.”
“Kenapa harus alcohol?”
“Aku ngga tahu. Tapi, ketika kita setengah mabuk kemarin, kita tertawa. Kita lupa dengan hal-hal yang lain, kan? Itulah momen yang kita cari.”
“Yeah, kurasa kamu benar.”
“keadaan Seperti itu sangat penting, ya kan? Hey Tifa, bagaimana menurutmu?”
Tifa tidak bisa langsung menjawabnya. Dia mengerti maksud Barret. Tapi membuka bar seperti kembali ke masa AVALANCHE masih ada. Cloud berbicara padanya.
“Tifa, ayo kita coba. Jika semuanya jadi sulit, kita berhenti saja.”
“Ini tidak akan sulit. Jika Tifa tidak bekerja, dia akan stress dan bisa jadi gila.”
Hal itu bisa saja terjadi.
Mereka bertiga memulai persiapannya. Mereka memutuskan membangunnya di jalan raya yang berada di sebelah timur Midgar dan mengantar material-material yang diperlukan dari Midgar seperi halnya orang-orang lain. Para penduduk, yang ditolong dengan informasi yang diberikan oleh Tifa dan kawan-kawan, merasa berhutang budi dan ikut membantu dalam membangun bar.
Semua orang yang ditolong Barret dan Cloud sebelumnya berkumpul bersama. Mereka mengantarkan material-material yang mungkin bisa berguna seperti dinding dan pilar.
Barret memerintah dengan berteriak keras sementara Cloud berkeliling untuk menjelaskan pada mereka dengan suara pelan. Sementara Tifa, mempelajari bagaimana membuat alkohol dari kota Corel dan mengkreasikannya supaya jadi lebih enak. Dia juga memikirkan daftar makanan yang bisa dimasukkan dalam menu, menggunakan persediaan bahan seadanya. Marlene menjadi seperti maskot bagi orang-orang yang membantu membangun bar. Sepertinya dia ditekankan untuk menjadi pelayan bar yang baru. Butuh perjuangan keras untuk menyelesaikan masalah yang muncul setiap hari, tapi semuanya pasti ada penyelesaiannya. Kadang-kadang, Tifa akan memikirkan betapa dalam dosanya ketika dia tersenyum, tapi seseorang selalu memanggilnya untuk menanyakan tentang sesuatu, yang membuatnya berhenti memikirkan hal itu.
Beberapa hari lagi dan mereka bisa membuka bar baru, kata Cloud. Barret menanyakan soal nama yang harus diberikan pada bar baru. Ada beberapa saran, tapi saran dari Cloud semuanya membosankan dan punya Barret seperti nama monster. Pada akhirnya, Tifa-lah yang harus memutuskan. Kedua pria itu tidak akan mempermasalahkan apapun namanya nanti, tapi Tifa tidak bisa memikirkannya padahal hari pembukaan semakin dekat.
“Apa kamu sudah memutuskan namanya?” Tanya Marlene malu-malu.
“Aku masih memikirkannya. Jika kamu punya ide, katakan saja.” Kata Tifa.
“Aku suka ‘Seventh Heaven,’” kata Marlene. Itu adalah nama yang tidak diinginkan Tifa. Memendam masa lalu saja sudah cukup bagiku. Seharusnya tidak perlu membuat nama yang mengingatkanku pada semua itu lagi.
“kenapa?”
“Karena itu menyenangkan. Jika kita menamakannya Seventh Heaven maka akan menyenangkan seperti dulu.”
Kami sudah melupakannya. Orang dewasa mempunyai ambisinya masing-masing tapi Marlene tidak mempunyai semua itu. Baginya, Seventh Heaven adalah rumah yang menyenangkan dimana adan Barret, Tifa, dan teman-temanya disana.
“Hmmmm, Seventh Heaven….”
Aku tidak bisa menghapus masa laluku. Aku hanya bisa menyelesaikannya dan terus hidup. Tifa bertekad untuk siap menghadapi hal itu.
Pembukaan di hari pertama berjalan sangat sukses. Alkohol Corel adalah sesuatu yang bisa dibuat sendiri kalau sedang ingin, jadi harganya pun tidak mahal. Karena keterbatasan bahan yang mereka punya, mereka tidak bisa menyediakan makanan spesial. Walaupun begitu, orang-orang malah mencari tempat seperti ini. Sebuah tempat dimana mereka bisa minum bersama teman-teman. Sebuah tempat yang bisa menghilangkan depresi atau melupakan realita dan memikirkan masa depan. Mereka yang tidak bisa membayar, bisa menukarkannya dengan barang. Bahkan ada jus juga untuk anak-anak. Bagaimanapun, Tifa dan lainnya hanya menyediakan yang dicoba dan disukai Marlene. Dia adalah gadis kecil yang tidak bisa melewatkan apapun. Marlene menjadi pelayan hingga sebelum larut malam. Siapapun yang mabuk akan disuruh pulang tanpa ragu.
Barret minum di pojokan bar. Mungkin dia berencana menjadi tukang pukul. Pekerjaan Cloud adalah mendapatkan persediaan dan alkohol – tapi dia tidak tahu nama buah-buahan dan sayur-sayuran. Tifa tercengang pada awalnya, tapi mulai menerima bahwa itu adalah konsekuensi alami dari apa yang Cloud pernah alami. Kehidupan barunya diawali dengan menghapal nama buah-buahan. Kemudian, inilah pertama kalinya Cloud akan bernegosiasi dengan orang lain untuk mendapatkan barang dengan harga murah. Cloud pun menjadi orang yang suka rela pergi ke luar setiap hari tanpa keluhan. Di waktu yang sama, Tifa juga berpikir, Cloud memaksa dirinya demi aku, apa dia akan pergi jika bar sudah membaik? Tifa menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan keraguanya. Dia mengatakan pada dirinya sendiri tidak seharusnya mengharapkan lebih dari ini.
Cloud tidak terlalu bisa bersosialisasi dan tidak pandai bicara. Walaupun begitu, dia mau pergi dan bernegosiasi untuk mendapatkan bahan yang mereka butuhkan. Bahan-bahan itu sangat mahal. Cloud sedang berusaha agar bisa membelinya dengan harga murah.
Seminggu setelah pembukaan bar, Barret mengatakan dia akan melakukan perjalanan karena bisnis Seventh Heaven berjalan dengan baik. Dia akan meninggalkan Marlene.
“Aku akan melakukan perjalanan untuk menyelesaikan masa laluku.”
Tifa merasa terganggu dengan kata-kata Barret. Cloud mengangguk dengan tenangnya seakan dia sudah tahu tentang hal ini.
“Menyelesaikan masa lalumu….? Tapi aku juga mau melakukannya.”
“Tifa, kamu bisa melakukannya di sini. Jangan hanya meminta. Buktikan kalau kamu bisa memberi.”
Setelah mengatakan hal itu, Barret mengatakan bahwa dia masih ada yang harus disiapkan dan masuk ke dalam bar.
“Kamu sudah tahu tentang hal ini?”
“Yeah….”
“Apa kamu menghentikannya?”
“Yah, pasti nanti dia bilang di sini adalah rumah Tifa.”
“…..oh gitu. Mau bagaimana lagi.”
Apa cloud juga berpikir demikian? Sebenarnya, aku ingin menanyakan hal itu.
Marlene, yang selalu tidur dengan Tifa, malam ini tidur dengan ayah angkatnya Barret yang akan pergi besok. Pembicaraan mereka bisa terdengar hingga larut malam.
Pagi berikutnya, Barret bersiap untuk pergi.
Dibelakangnya Marlene berteriak, “kirim surat ya! Hubungi aku juga!”
Barret mengangkat tangan kanan buatannya yang dipasang senapan mesin. Dia terus berjalan tanpa melihat ke belakang. Itulah sosok seseorang yang hidup di jalan yang keras. Apapun yang akan dia jalani nanti, aku berdoa dia dijauhi dari pertarungan. Tidak hanya itu, aku berdoa dia bisa membuktikan kalau dia bisa memberi juga.
“Aku akan jadi anak baik di keluarga ini!” Kata Marlene.
Mendengar kata-kata itu. Cloud dan Tifa saling bertatapan. Anak di keluarga ini?
“Aku akan mengurus Cloud dan Tifa juga!”
Barret berbalik dan berteriak, “Berusahalah!” Suaranya sedikit bergetar.
“Jagalah keluarga ini dengan baik!”
Teman bisa membuat kita hidup tanpa tertekan oleh dosa yang telah kita perbuat, walaupun mereka mempunyai luka yang sama dan dosa yang sama, kita tidak bisa hidup tanpa bergantung satu sama lain. Mungkin itulah yang disebut keluarga. Kita hanya membuat semuanya bersama dan lakukan yang kita bisa. Tifa pikir dia bisa melakukan apapun asalkan bersama teman-teman yang dia sebut keluarga.
“Keluarga.”
“Yeah.”
Marlene menjawab gumaman Tifa dengan ceria.
“Aku juga memasukkan Cloud ke keluarga kita”
“Terima Kasih.”
Setelah Cloud berterima kasih atas kepolosan Marlene dengan wajah seriusnya, dia melihat ke Tifa. Tifa mengangguk. Apakah setelah ini berbagai masalah akan muncul? Bagaimanapun, Tifa memutuskan untuk berhenti mencemaskan hubungan antara mereka berdua.
*****
hari sudah malam dan Cloud kembali dengan sepeda motor. Model sepeda motor itu beda dari yang biasanya. Sejak itu, Cloud selalu mengurusi motor barunya di sela-sela pekerjaannya. Dia juga mendiskusikan dengan montir yang dia kenal untuk memodifikasi motornya. Kelihatannya beberapa orang juga ikut membantu menyelesaikan modifikasi motor Cloud. Marlene dan temannya selalu menonton pekerjaan mereka. pemandangan ini meyakinkan Tifa bahwa mereka benar-benar sebuah keluarga.
Sudah beberapa kali Cloud meninggalkan Midgar untuk persediaan bahan makanan mereka. kebanyakan tujuannya ke kota Kalm. Biasanya dia harus menyewa motor atau truk atau kadang-kadang Chocobo. Tapi sejak mempunyai motor sendiri, Cloud bisa pergi kemana saja bahkan yang jauh sekalipun. Kadang-kadang dia juga membawa pulang makanan yang langka dan membuat Tifa kaget.
Suatu malam, Cloud mendapat pangggilan. Setelah berbicara beberapa menit, Cloud bilang dia harus pergi sebentar.
“ Mau kemana?”
“Bagaimana mengatakannya yah….”
Cloud mengatakan bahwa beberapa kali dia diminta untuk mengantar sesuatu sambil mencari persediaan bahan makanan. Penelepon adalah pemilik toko yang menjual buah-buahan. Kelihatannya dia ingin Cloud mengantarkan sesuatu sebelum malam berakhir. Cloud menatap Tifa seperti anak kecil yang rahasianya terbongkar.
“kenapa kamu melihatku seperti itu?”
“yaahh…. Maaf kalau aku diam soal hal ini.”
“tentang apa?”
“melakukan sesuatu tanpa memberitahu.”
Tifa tertawa terbahak-bahak. Cloud menjelaskan bagaimana dia dibayar untuk mengantar barang. Dia merasa bersalah karena menghabiskan waktunya untuk memodifikasi motornya. Tifa berpikir kalau Cloud seperti anak kecil. Mungkin rasanya menyedih kalau Cloud telah menemukan dunianya sendiri tanpa aku ketahui, tapi kenyataanya hal itu bisa kuterima. Ya, perasaan ini sama seperti perasaan seorang ibu. Tifa mengantar Cloud keluar sambil menikmati perasaan yang baru dia rasakan.
*****
*****
dan akhirnya, dimulailah Strife Delivery Service. Midgar menjadi pusat bisnis mereka, tapi mereka juga menerima permintaan dari seluruh dunia. Tapi hanya area yang bisa dilewati dengan motor. Cloud tersenyum dengan iklan yang mempromosikan pekerjaan barunya. Bisnis ini sangat sukses karena tidak semua orang bisa mengantar barang dengan monster yang masih berkeliaran dan area-area yang masih rusak akibat lifestream yang membuncah keluar dari bumi. Pekerjaan dengan berkeliling dunia bukanlah pekerjaan yang mudah. Pekerjaan ini adalah sesuatu yang Cloud cari. Tifa kagum dengan Cloud, yang tidak bisa bersosialisasi, menghubungkan orang-orang dengan jasa pengirimannya.
Setelah Cloud memulai pekerjaan barunya, kehidupan “keluarga” mereka berubah drastic. Hal itu tidak terlalu bagus. Selain pagi dan tengah malam, Cloud biasanya tidak pulang. Dan tentu saja, hanya ada sedikit kesempatan untuk berbincang bersama. Tifa menutup bar untuk satu hari selama seminggu, tapi hal itu tidak membuat Cloud beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Cloud tidak suka menolak permintaan orang. Aku hanya ingin kami bisa melewatkan satu hari bersama sekarang dan seterusnya, tapi aku menahan keegoisan itu dalam-dalam. Sejak itu, Marlene-lah yang menyadari perubahan pada Cloud. Dia bilang ke Tifa bagaimana bisa Cloud mengacuhkan dan tidak mendengarkannya. Cloud tidak pernah mengajak Marlene untuk ngobrol. Aku tahu Cloud tidak pernah mengacuhkannya ketika diajak berbicara, Cloud hanya punya cara berbeda untuk akrab dengan Marlene, mungkin seperti itulah cara orang yang tidak begitu bisa dekat dengan anak-anak.
Aku bilang ke Marlene kalau Cloud hanya lelah, tapi walaupun begitu, Marlene adalah anak yang sensitif dengan perubahan pada orang dewasa.
Selama liburan, Tifa dan Marlene membereskan kamar yang menjadi kantor Cloud. Di situ banyak arsip-arsip yang berserakan. Salah satunya menarik perhatian Tifa.
Nama klien – Elmyra Gainsborough
Barang yang ingin dikirim – karangan bunga
Tujuan – Forgotten City
Tifa menjauhkan arsip itu dari yang lain seakan tidak terjadi apa-apa, tapi tubuhnya gemetaran. Mengantar barang ke seluruh dunia juga berakibat kembali ke tempat yang pernah jadi masa lalunya. Dia tahu Cloud sangat merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Aerith. Cloud berusaha untuk tenang dan terus melanjutkan hidup. Tapi, kembali ke tempat perpisahan dengan Aerith akan menorehkan duka dan penyesalan ke dalam hatinya.
Pada malam hari ketika bar sudah tutup, Cloud sedang meminum alkohol walaupun hal itu jarang dilakukannya. Dia menghabiskan isi gelasnya. Tifa mendekati Cloud.
“Boleh aku bergabung?” ada yang ingin dia bicarakan padanya Cloud.
“Aku ingin minum sendirian.”
Mendengar hal itu, Tifa kehilangan kendali dan berkata, “Minum saja di kamarmu.”
Barret sering menelepon. Kebanyakan dia hanya menanyakan tentang Marlene daripada membicarakan dirinya sendiri. Setiap menelepon, dia pasti akan berbicara dengan Marlene. Walau tanpa tahu Tifa mendengar atau tidak, Marlene bilang ke Barret dengan suara sedih, “Hubungan Cloud dan Tifa tidak begitu akrab.”
Apapun perasaan yang ada di antara aku dan Cloud, kami tidak bisa melibatkan Marlene, kata Tifa pada dirinya sendiri.
Tifa bertekad untuk berbicara pada Cloud. Ketika ada di dekat Marlene, dia akan memberikan sesuatu yang positif, sesuatu yang tidak akan mengubah topik pembicaraan jadi serius. Cloud bingung dengan perubahan Tifa, tapi dengan menebak apa yang dilakukannya, Cloud menemani dan ngobrol dengannya. Mereka juga mengajak Marlene. Aku pikir hal ini sudah berjalan baik, tapi aku masih belum bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan.
Suatu pagi, Tifa menceritakan cerita lucu yang dia dengar dari seorang pengunjung.
“Itu bukan sesuatu yang bisa diselesaikan,” Kata Cloud.
“itu tidak bisa diselesaikan!” teriak Marlene.
Semua orang dewasa terkejut dan melihat Marlene.
“kamu meneceritakannya pada kami dan Cloud memberikan jawabannya yang sama!”
Walaupun tidak begitu berjalan lancar, tapi kami telah bersama, itu karena kami adalah keluarga. Kami tinggal di satu atap dan hidup dengan menyatukan kekuatan bersama. Mungkin tidak banyak obrolan atau senyuman yang dibagi bersama, tapi kami adalah sebuah keluarga.
Setelah kejadian itu, Cloud tertidur, Tifa bicara padanya.
“Kita akan baik-baik saja, kan?”
Tentu saja tidak ada jawaban. Aku hanya mendengar suara Cloud tertidur. Apa mungkin kalau Cloud tidur di sini berarti dia juga bagian dari sebuah keluarga.
“Apa kamu mencintaiku?”
Cloud terbangun, dengan wajah kebingungan.
“Hey, Cloud. Apa kamu menyayangi Marlene?”
“Yeah. Tapi kadang-kadang aku tidak tahu bagaimana harus akrab dengannya.”
“Walaupun kita telah bersama selama ini?”
“Mungkin itu belum cukup.”
“Apa kami masih belum cukup?”
Cloud tidak menjawab.
“Maaf sudah menanyakan hal aneh.”
“Tidak usah minta maaf. Masalahnya ada padaku.”
Cloud menutup matanya.
“Mari bekerja bersama-sama.”
Tifa menunggu jawabannya, walaupun dia tidak mendapat jawaban hingga pagi tiba.
Tidak lama setelah itu, Cloud membawa Denzel ke rumah. Denzel adalah anak laki-laki yang menelepon bar dengan menggunakan handphone Cloud yang ditinggalkannya di sepeda motor. Tifa, yang mengangkat telepon, mengira ada apa-apa dengan Cloud,
tapi dia segera menyadari ada yang aneh dengan bocah itu. Pada akhirnya, Cloud menambil teleponnya dan Tifa tidak mendengar suara anak itu lagi. Tifa mencoba bertanya pada Cloud, tapi Cloud mengatakan sesuatu yang janggal.
“Ada apa? Apa anak itu tidak apa-apa?”
“Tidak begitu baik. Sepertinya dia kesakitan.”
“kalau begitu, kenapa tidak membawanya ke sini?”
“Sepertinya dia terkena Geostigma.”
Tifa tidak langsung menjawabnya. Geostigma adalah penyakit yang tersebar ke seluruh dunia sejak Lifstream menahan meteor. Obatnya belum ditemukan. Si Penderita terlihat sehat karena itu tidak ada yang bisa mengira kalau mereka sakit dan beberapa penderita langsung mati setelah terkena penyakit ini. Kemudian, yang dikhawatirkan Tifa bahwa katanya Geostigma bisa menyebar. Itu bisa menulari seseorang yang berada di satu rumah. Walaupun masih ragu, Sepengetahuan Tifa kalau penyakit itu tidak akan menular, kalau tidak pastinya banyak orang yang masih sehat sudah mati sekarang. Walaupun begitu, rumor itu belum ada kebenarannya, Tifa sudah bilang untuk membawanya ke sini, dia tidak bisa menarik kata-katanya hanya karena anak itu terkena Geostigma.
“Aku dengar Geostigma tidak akan menular.”
Cloud mengatakan itu seakan tahu keraguan Tifa. Kemudian, Tifa menyadari kalau Cloud ingin membawa anak itu pulang.
“Yeah, bawa dia ke sini.”
“Aku akan membawa anak ini melalui pintu belakang. Apa ada yang bisa menjaga Marlene?”
“Yeah.”
Setelah menutup teleponnya, Tifa memikirkan kata-kata Cloud yang khawatir dengan Marlene dan Bar. Pada akhirnya, Tifa mengerti. Cloud pikir Tifa akan menentangnya untuk membawa anak itu ke sini. Tifa ingin tahu alasannya, walaupun setelah itu hanya mengingatkan kembali pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah terlupakan selama dia merawat Denzel.
Setelah Denzel pulih, Tifa mendengarkan cerita Denzel tentang apa yang terjadi pada dirinya sebelum datang ke sini. Orang tuanya adalah korban sewaktu kehancuran sektor tujuh. Kemudian Tifa pikir hal ini adalah takdir. Alasan sektor tujuh hancur karena adanya AVALANCHE. Karena itu aku harus bertanggung jawab dan merawatnya, dia bertemu dengan Cloud agar bisa datang padaku.
Tifa mendiskusikan tentang penyambutan Denzel ke keluarga mereka dengan Cloud dan Marlene. Cloud mengangguk dalam diam, tapi Marlene sangat bahagia.
Pertamanya, Denzel sangat ingin membantu atas balas budi telah merawatnya, tapi setelah membantu pekerjaan Cloud dan di toko, dia perlahan-lahan membuka hatinya.
Jumlah pelanggan lama-lama menurun. Alasannya sangat jelas, walaupun begitu, Tifa, Cloud, dan Marlene tidak pernah mempermasalahkannya.
Hari sudah malam dan bar juga sudah tutup. Sementara Tifa membersihkan counter, dia memperhatikan meja tengah. Di sana duduk presiden dari Strife Delivery Service-Cloud-dan kedua asintennya, Marlene dan Denzel. Denzel masih terjangkit Geostigma, tapi kalau tidak demam atau sakit apapun, dia akan berkeliaran di sekitar Cloud. Cloud menghabiskan waktu di luar hampir seharian. Jadinya sewaktu dia pulang menjadi waktu yang berharga bagi Denzel untuk bersama pahlawannya. Ya, Cloud seperti pahlawan bagi Denzel. Menolong Denzel ketika dia harus berjuang melawan Geostigma yang kambuh, berkeliling dengan motor… semua hal yang dirindukan Denzel. Denzel penasaran dengan masa lalu Cloud karena itu dia bertanya ke Tifa selagi Cloud belum pulang. Sesekali, dengan setengah bercanda, Tifa mengatakan kalau dialah yang memasak untuk mereka setiap hari. Denzel juga mengatakan dia akan membersihkan rumah dan bar.
Dan benar saja, Denzel menyelesaikan semua pekerjaan bersih-bersih. Ketika Tifa tanya apakah almarhum ibunya yang mengajari bersih-bersih, Denzel menjawab bukan. Beberapa hari kemudian, Tifa bertanya pada Cloud siapa yang mengajari Denzel bersih-bersih. Ternyata Denzel sudah memberitahu Cloud dan hal itu membuat Tifa sedikit sakit hati.
Tifa merasa resah dengan Denzel yang tidak mau terbuka padanya. Suatu hari, dia bertanya pada salah satu pengunjung yang seumur dengan Denzel tentang hal itu. jawaban anak itu adalah anak laki-laki memang seperti itu. jadi ini bukanlah masalah besar. Mereka hanyalah keluarga biasa.
Jawaban itu tidak membuat Tifa mengerti tapi, kata-kata “keluarga biasa” menyadarkan Tifa...
Setelah bar tutup, tiga orang yang biasanya sudah berada di meja tengah. Tidak akan ada yang heran jika seseorang mengatakan di sana ada seorang ayah muda bersama 2 anaknya. Jika aku ingin, aku ingin pergi ke sana dan disambut dengan senyum.
Cloud mempunyai sebuah peta yang tergeletak di meja. Dia selalu mengecek rute yang akan dipakai untuk mengantar barang keesokan harinya. Denzel dan Marlene bertugas menyusun berkas-berkas. Jika ada kata yang tidak bisa dibaca Marlene maka Denzel akan mengajarinya seperti seorang kakak. Jika Denzel tidak bisa, maka dia akan bertanya pada Cloud. Cloud punya kebiasaan memberikan pulpen setelah memberitahu bagaimana cara bacanya. Dia bilang jika mereka tidak menulisnya maka akan susah mengingatnya. Melihat nama-nama tempat di berkas-berkas itu, anak-anak akan bertanya pada Cloud seperti apa tempat tersebut. Penjelasan Cloud sangat simpel. Ada banyak atau sedikitnya penduduk, jika banyak monster maka sangat berbahaya. Melewati rute utara lebih aman. Penjelasan seperti itu saja pasti akan membuat kita bertanya, ”Itu saja?” tapi anak-anak tampak puas. Lalu, Tifa memperjelasnya dengan menambahkan secara rinci, tapi Denzel akan bertanya ke Cloud jika itu benar. Hal itu menyinggung Tifa, tapi dia menahannya. Seperti itulah yang namanya keluarga.
Apakah kedatangan Denzel benar-benar membuat mereka menjadi keluarga utuh, pikir Tifa. Jelas-jelas Cloud mengurangi jatah kerjanya. Di malam hari, dia akan menyempatkan dirinya bersama anak-anak. Pembicaraan ringan anatara Cloud dan Tifa juga kembali.
*****
“Jadi, masalahnya sudah selesai?”“Yang mana?” jawab Cloud.
“Masalahmu.”
“Oh…”
Cloud berpikir sejenak.
“Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau mengatakanya.”
“Penjelasanku mungkin akan berbelit-belit….” Cloud memperingati sebelum melanjutkan pembicaraan. “Masalahnya belum selesai. Yah, aku tidak pernah mencoba menyelesaikannya sejak dulu. Karena, kita tidak bisa mengembalikan nyawa yang telah mati.
Tifa mengangguk dalam diam.
“Tapi mungkin kita bisa menyelamatkan nyawa yang sedang dalam masalah sekarang ini. Mungkin aku bisa melakukannya.”
“Maksudmu Denzel.”
“Yeah.”
“Hey, apa kamu ingat apa yang kamu katakan ketika membawa bawa Denzel ke sini?”
“Apa?”
“Banyak hal. Jika aku sampai menentangnya, kamu akan tetap membawa Denzel bersamamu. Aku bisa merasakannya.”
“Itu…”
Raut wajah Cloud seperti anak kecil yang mengira akan dimarahi.
“Katakanlah. Aku akan memutuskan akan marah atau tidaknya nanti.”
Cloud mengangguk dan melanjutkan.
“Denzel pingsan di depan gereja Aerith. Makanya, kupikir Aerith lah yang menuntun Denzel kepadaku.”
Setelah mengatakannya langsung, Cloud memalingkan mukanya.
“Kamu pergi ke gereja itu.”
“Aku tidak bermaksud menyembunyikannya darimu.”
“Jelas-jelas kamu melakukannya.”
“Maafkan aku.”
“Aku bukannya bilang kamu tidak boleh ke sana. Tapi lain kali, aku akan ikut denganmu.”
“Aku mengerti.”
“Dan kamu salah, Cloud.”
Cloud menatap Tifa dengan keheranan.
“Aerith bukan menuntun Denzel kepadamu.”
“Ahh. Aku hanya pikir kalau…..”
“Bukan itu maksudku.”
“Aerith menuntun Denzel ke rumah kita.”
Cloud memandang Tifa dan akhirnya tersenyum.
*****
Tamat.
Di terjemahkan dan di tulis pada tahun 2011
Save And Share :
Wow, niat banget nih nerjemahin Case of Tifa ;]
BalasHapusterima kasih atas terjemahan nya 💖
BalasHapus